Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser |
“Dulu banyak penebangan
liar. Tapi sekarang sudah tak ada,” kata Mega Depari. Itulah kalimat yang diucapkan oleh masyarakat yang pernah mengalami dampak penebangan liar.
Saya mendatangi Kawasan
Ekowisata di Tangkahan. Kawasan ini menarik karena dulunya ramai dengan
penebangan liar. Dengan peran serta masyarakat dan Conservation
Response Unit (CRU) membuat kawasan tersebut menjadi destinasi
ekowisata sekaligus pelestarian hutan. Kini, penebangan liar sudah tidak ada
lagi di kawasan tersebut.
Saya pun berbincang dengan
Mega Depari, seorang pemilik penginapan di Tangkahan. Dia menjelaskan salah satu aktor penting pelestarian hutan di
kawasan ini adalah para Mahout (pawang gajah). Mereka melakukan patroli
kawasan dengan gajah, sekaligus merawat gajah-gajah tersebut. Kehadiran gajah
yang dirawat dan dilindungi oleh para Mahout menjadi keunikan tersendiri di kawasan
ini hingga menarik banyak wisatawan untuk berkunjung.
Peran
serta masyarakat, Mahout, dan yayasan konservasi yang berada di
sana membuat ekowisata ini terus berkembang dan menjadi bentuk ideal
sebuah ekowisata yang melibatkan partisipasi aktif warganya. Selain itu mereka
juga bergotong royong dalam menjaga dan melestarikan hutan.
“Pelestarian
hutan disini dengan cara mengadopsi hutan,” ujar Mega Depari.
Jika
ditelaah, adopsi adalah mengambil dan merawat suatu hal yang bukan kepunyaannya
menjadi milik pribadi atau umum. Sehingga dapat disimpulkan bahwa adopsi pohon atau hutan adalah mengambil dan menanam pohon untuk mengapresiasi kehidupan alam liar
serta merawat dan menjaganya atau melestarikan pohon-pohon tersebut. Selain itu melakukan gerakan mendonasikan sejumlah dana untuk
penjagaan pohon yang sudah berusia hingga ratusan tahun.
Dalam pelaksanaannya, program adopsi hutan melibatkan masyarakat sekitar dalam perawatan dan pelestarian hutan tersebut. Mengadopsi pohon atau adopsi hutan berarti ikut mengurangi potensi hilangnya pohon dan membantu dalam menciptakan sumber penghidupan alternatif bagi masyarakat yang menjaga hutan. Tindakan nyata untuk melindungi hutan, juga keanekaragaman hayati.
Tanpa disadari,
ekosistim di Indonesia tetap terjaga dan seimbang. Kita bisa menikmati oksigen.
Adopsi hutan dinilai dapat menjaga kelestarian bumi dan mencegah Kebakaran
Hutan dan Lahan (Karhutla). Pasalnya karhutla merugikan bangsa Indonesia dan
memicu keributan pada dunia.
Kawasan Ekowisata Tangkahan sendiri berada di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Kawasan ini merupakan salah satu Kawasan Pelestarian Alam di Indonesia seluas 1.094.692
hektar. Taman Nasional Gunung Leuser berada di
wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Provinsi Sumatera Utara
(Sumut), dengan perbandingan areal 74,65 % berada di provinsi NAD dan 25,35 %
berada di Provinsi Sumut. Lima Kawasan TNGL memanjang mulai dari Provinsi NAD
sampai ke Provinsi Sumut sekitar 100 kilometer. Kawasan TNGL ini mulai dari
pantai hingga ke daerah pegunungan. Sementara seluruh panjang batas kawasan
TNGL mencapai 736,89 kilometer, dengan perbandingan; 475,39 kilometer berada di
NAD dan 261,5 kilometer berada di Sumut.
Secara
resmi, TNGL dapat dicapai melalui pintu yang ada di NAD dan Sumut. Melalui NAD,
pintu TNGL terdapat di Kutacane (Ibukota Kabupaten Aceh Tenggara) yang berjarak
sekitar 2 sampai 10 kilometer dari jalan raya Banda Aceh-Bakongan. Dari
Sumatera Utara, TNGL dapat dicapai melalui Bukit Lawang dan Sikundur (keduanya
berada di Kabupaten Langkat). Sebaliknya, melalui pintu tidak resmi, TNGL dapat
dicapai dari seluruh sisi kawasan karena pembatas TNGL dengan kawasan lain
tidak ada, kecuali pilar-pilar yang tingginya 80 centimeter dari permukaan
tanah dengan jarak antara satu pilar dengan pilar lain lebih kurang 100 meter.
Pada
umumnya, kawasan TNGL berbukit-bukit mengikuti gugusan Bukit Barisan. Kawasan
TNGL dengan topografi dataran rendah hanya berada di dua daerah yaitu daerah
Sikundur dan Langkat. Selain terdapat Gunung Leuser yang ketinggiannya mencapai
3.381 meter di atas permukaan laut, kawasan TNGL dibelah oleh Sungai Alas yang
indah.
Hingga
tahun 2000, kawasan TNGL yang mengalami kerusakan sudah mencapai 20 % atau
sekitar 160.000 hektar. Kerusakan kawasan TNGL diakibatkan oleh aktivitas
penebangan liar dan perambahan Kawasan. Sedangkan kawasan TNGL bagian Sumut, berdasarkan
foto satelit tahun 2000 tingkat kerusakan baik yang diakibatkan oleh kesalahan
managemen, perambahan dan penebangan liar sudah mencapai 50.500 hektar atau 24
persen dari luas kawasan. Sementara kerusakan yang didasarkan pada gangguan
kawasan, bagian Sumut diperkirakan 5.555 hektar dengan distribusi lokasi berada
di Sikundur 4.000 hektar, Sei Lapan dan Sei Minyak 500 hektar, Sekoci 60
hektar, Jumalada 150 hektar, Tangkahan 405 hektar, Laukersik 50 hektar, Tualang
Gepang 40 hektar dan Sapo Padang 350 hektar.
Program adopsi hutan ini memungkinkan masyarakat untuk memiliki pohon di Taman Nasional Gunung
Leuser. Pasalnya jika dilihat dari kerusakan hutan, kerugian dari aspek ekologi yang dialami oleh
negara dan masyarakat sangat besar. Kerusakan ekosistem di areal seluas 50.500
hektar itu telah mengganggu keseimbangan ekologi yang ada di dalamnya. Nilai
ekonomi dari sebuah ekosistim, menurut Beukering dan Caesar, dilihat
berdasarkan Nilai Ekonomi Keseluruhan (Total Economic Value). Dalam hal
ini, Nilai Ekonomi Keseluruhan yang diukur terdiri atas tiga elemen, yaitu:
berupa nilai manfaat langsung (direct use values), nilai manfaat tidak
langsung (indirect use values), dan nilai yang dirasakan meskipun tidak
dimanfaatkan sumber daya hutan yang ada tersebut (non-use values).
Kalau
aktivitas penebangan liar cenderung terjadi di kawasan TNGL bagian NAD, maka
aktivitas perambahan justru terjadi di kawasan TNGL bagian Sumatera Utara. Perambahan
dilakukan tentu setelah sebelumnya dilakukan penebangan liar, sehingga kondisi
kawasan sudah terbuka. Pada areal TNGL yang dirambah kemudian dijadikan sebagai
lahan perkebunan, yang dimiliki oleh rakyat setempat ataupun perusahaan
perkebunan dalam bentuk PT. Seperti perkebunan kelapa sawit.
Dampak negatif dari perkebunan kelapa sawit sangat besar. Khususnya bisa berdampak pada ekologi, ekonomi, sosial, budaya, konflik lahan, sumber daya agraria, pencemaran lingkungan, pemanasan global, pencemaran air, tanah, dan udara. Dengan adanya aktivitas yang tidak sesuai dengan peruntukan kawasan mengakibatkan kerusakan terhadap kawasan terus bertambah. Aktor-aktor yang melakukan aktivitas di TNGL berasal dari berbagai elemen masyarakat; seperti masyarakat lokal dan pengungsi NAD, pengusaha perkebunan, KUD, Yayasan Bukit Barisan Kodam I Bukit Barisan.
Dampak negatif dari perkebunan kelapa sawit sangat besar. Khususnya bisa berdampak pada ekologi, ekonomi, sosial, budaya, konflik lahan, sumber daya agraria, pencemaran lingkungan, pemanasan global, pencemaran air, tanah, dan udara. Dengan adanya aktivitas yang tidak sesuai dengan peruntukan kawasan mengakibatkan kerusakan terhadap kawasan terus bertambah. Aktor-aktor yang melakukan aktivitas di TNGL berasal dari berbagai elemen masyarakat; seperti masyarakat lokal dan pengungsi NAD, pengusaha perkebunan, KUD, Yayasan Bukit Barisan Kodam I Bukit Barisan.
Program adopsi hutan merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Taman Nasional untuk
menghijaukan kembali area hutan terutama di wilayah perluasan. Selain
orang dewasa sejumlah anak sekolah dasar juga dapat mengikuti program adopsi
hutan. Terbukti tak ada lagi penebangan liar di Kawasan Taman Nasional Gunung
Leuser.
Aktivitas Penebangan Pohon |
“Pohon yang diadopsi
akan diletakkan nama penanamnya,” kata Mega Depari.
Salah satu upaya pemberdayaan adalah membantu
masyarakat untuk beralih ke tanaman hutan seperti alpukat, durian, jengkol. Bukan
tanaman sayur. Sebab, tanaman itu tidak cocok untuk restorasi hutan karena
membutuhkan banyak sinar matahari untuk tumbuh.
Taman
Nasional Gunung Leuser mengharapkan program adopsi hutan bisa mensejahterakan masyarakat
sekitar yang tergantung pada lahan di wilayah hutan. Sebab hutan selain
memiliki nilai ekologis, juga harus bermanfaat ekonomi bagi masyarakat yang
tinggal di kawasan hutan. Contohnya Tangkahan yang menjadi destinasi ekowisata.
Selain itu hutan bukan hanya pohon, namun ada banyak makhluk hidup yang berada
di dalamnya.
“Kita
terus melakukan gotong royong dalam menjaga hutan disini bang,” tutup Mega
Depari.
Saya
banyak belajar dari masyarakat di Tangkahan. Alam harus dijaga kelestariannya.
Namun sayang, masih banyak wisatawan yang kurang sadar dan peduli atas
lingkungan, terutama pohon atau hutan.
Sebagai tambahan, Hari Hutan Indonesia diperingati setiap tanggal 07 Agustus setiap tahunnya. Hal tersebut sesuai Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019 mengenai Pemberhentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Primer dan Lahan Gambut yang disahkan oleh Presiden Jokowi.
Hari Hutan Indonesia. Photo: harihutan.id |
Sebagai tambahan, Hari Hutan Indonesia diperingati setiap tanggal 07 Agustus setiap tahunnya. Hal tersebut sesuai Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019 mengenai Pemberhentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Primer dan Lahan Gambut yang disahkan oleh Presiden Jokowi.
Hari Hutan Indonesia berarti memperingati satu
hari khusus dalam setahun yang dipakai untuk merayakan kekayaan dan keindahan
hutan Indonesia. Serta bersyukur atas manfaat hutan yang selama ini bisa
dinikmati ketika manusia dapat hidup harmonis dengan alam, seperti, air dan
udara bersih, sumber pangan dan obat-obatan, akar budaya berbagai suku bangsa
Indonesia, hingga fungsi hutan sebagai penyerap karbon, dan penjaga iklim dunia.
Setuju, mari kita rayakan hari hutan dengan aksi² positif untuk melindungi kelestarian hutan, salah satunya dg adopsi pohon atau pohon asuh yes. Nice writing👍
ReplyDeleteSemoga kawasan ekosistem ini bisa tetap terjaga keasliannya. Salah satunya dengan adopsi pohon oleh masyarakat yang menimbulkan rasa memiliki dan menjaga pohon-pohon yang ada.
ReplyDeleteminimal kalau ke hutan dijaga, gak nyampah huhu sedih kalo baca yg jelek2 ttg hutan tuh ya bang, kasian satwanya :( program adopsi hutan ini jg kayaknya menarik ya bang
ReplyDeletekirain tdi apalah adopsi hutan itu, eh ternyata menanam pohon di area TNGL dgn membuat pohin tsb menjadi hak milik ya bang?
ReplyDeletekira2 udh brp besar bang dmpak positifnya bang kegiatan ini? keren jg klo masalah karhutla bsa di atasi dgn program adopsi pohon ini.
Narasinya bagus kak. Aku suka dengan pemilihan katanya. Good luck ya kak.
ReplyDeleteBtw ngomongin taman nasional gunung Leuser bikin aku flashback ke masa kecil. Kami pernah dibawa bapak kemping di dalam hutan. Aaaaah gak bisa lupa gimana serunya..
Bukit Lawang itu memang artinya pintu ya kan,, pintu menuju Taman Nasional Gunung Leuser. Good luck Bg Al
ReplyDeleteAdopsi Hutan...istilah ini bagus, memiliki substansi perawatan / memiliki, layaknya anak adopsi..
ReplyDeleteBetul juga ya. Caranya dengan mengadopsi hutan ya kan. Apalagi hutan-hutan di Indonesia semakin berkurang .
ReplyDeleteKeindahan alamnya menjadi sangat indah kalau ada hutan. Bawaannya ngeras teduh gimana gitu.
Waktu pramuka dlu sempat lah bejalan ke sekitar TNGL, sekarang malah ga pernah lagi, indah banget itu hutannya, bisa terjaga krn di afopsi oleh org2 yg bertanggung jawab
ReplyDeleteTernyata Tangkahan masuk kawasan TNGL, luas juga Taman Nasional Gunung Leuser ini ya alhamdulillah hutannya masih dirawat dengan baik, dengan adanya adopsi hutan semoga akan lebih baik lagi keberadaannya
ReplyDeleteAdopsi pohon ini sangat bagus untik menyelamatkan hitan mari kita sosialisasikan masyarakat luas agar mereka sadar dan tau tentang adopsi pohon.
ReplyDeleteTerharu bacanya..Semoga hutan kita selalu terjaga ya demi anak cucu kita
ReplyDeletefoto fotonya bagus sekali bang Alfie.
ReplyDeletefoto pertama, dan foto ketiga, ya Allah airnya jernih sekali....
Baru tahu ada istilah adopsi hutan dari tulisan ini. Tqu Alfi. Semoga hutan Kita tetap eksis ..
ReplyDeleteSukaaa x sama foto sungai di tengah hutan nya lah, amazing
ReplyDeleteTeringat dulu cerita tentang gajah di gunung Leuser. Para gajah bisa ikut membalas orang-orang yang suka eksploitasi hutan.
ReplyDeleteMereka seakan ikut marah sama kelakuan orang jahat itu.
Lestarikan hutan maka keindahan alam terjaga...tulisannya bikin rindu main ke hutan.
ReplyDelete