SAYA bersama Eco Blogger Squad mengadakan virtual meeting bersama Pantau Gambut dan Blogger Perempuan Network (BPN), membahas tentang keberlangsungan gambut dan fauna Indonesia.
Mengangkat tema: Lindungi Lahan Gambut, Lindungi Fauna Indonesia, meeting yang diadakan secara virtual ini sangat menarik dan membuka mata mengenai kondisi gambut kini dan fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan hutan tropis terluas dan terbesar. Namun, ironi. Masyarakatnya justru kurang peduli terhadap hutan.
Hutan tidak dapat dipisahkan dari lahan gambut. Lahan gambut adalah lahan yang basah dan kaya akan material yang terbentuk dari pembusukan bahan-bahan organik selama ribuan tahun.
"Cuma satu intinya agar lahan gambut tidak terganggu. Tak boleh kering. Harus basah, karena dia banyak mengandung karbon,” ujar Yola Abas, Koordinator Nasional Pantau Gambut.
Keberadaan lahan gambut sendiri, memiliki berbagai manfaat. Seperti: menyimpan 30 persen karbon dunia, mencegah kekeringan, dan mencegah pencampuran air asin di irigasi pertanian. Selain itu, gambut juga menjadi rumah ramah bagi satwa langka.
Global Wetlands mencatat, Indonesia memiliki lahan gambut terbesar kedua di dunia dengan luas mencapai 22,5 juta hektare (ha). Sedangkan urutan pertama ditempati Brazil dengan luas lahan gambut sebesar 31,1 juta ha. Data tersebut dilaporkan April 2019.
Adapun provinsi pemilik lahan gambut terbesar di Indonesia, adalah Papua dengan luas 6,3 juta ha. Disusul Kalimantan Tengah (2,7 juta ha), Riau (2,2 juta ha), Kalimantan Barat (1,8 juta ha), dan Sumatera Selatan (1,7 juta ha). Selain itu ada Papua Barat (1,3 juta ha), Kalimantan Timur (0,9 juta ha), serta Kalimantan Utara, Sumatera Utara, dan Kalimantan Selatan yang masing-masing memiliki 0,6 juta ha.
“Ciri-ciri lahan gambut itu beda banget dengan tanah mineral. Sumbernya juga beda karena yang satunya dari material organik dan satunya bebatuan,” ucap Yola yang akrab disapa Ola ini.
Tingkat kedalaman gambut menentukan jumlah kandungan karbon dan jenis tanaman yang dapat hidup di ekosistem tersebut. Semakin dalam gambut, semakin banyak karbon yang terkandung sehingga jika gambut tersebut dikeringkan, emisi karbon yang dikeluarkan akan semakin banyak.
Lahan gambut bagi Indonesia memiliki nilai yang sangat penting karena mampu menyimpan karbon 20 kali lipat lebih banyak atau setidaknya 57 miliar ton karbon, menjadikan kawasan ini sebagai salah satu kawasan utama penyimpan karbon dunia. Surga karbon lahan gambut Indonesia, hanya mampu ditandingi oleh hutan hujan di Amazon yang menyimpan 86 miliar ton karbon. Dan 90 persen diantaranya disimpan di dalam tanah.
Saat ini Indonesia memiliki kawasan lahan gambut tropis terluas di dunia dengan 22 juta ha yang tersebar di Kalimantan, Papua yang memiliki sepertiga lahan gambut di Indonesia dan Sumatera. Peran penting karbon Indonesia, salah satunya adalah mencegah emisi lebih lanjut agar suhu bumi tidak naik hingga 2 derajat celcius.
Untuk mencegah kenaikan suhu ini, manusia di bumi tidak bisa melepas emisi lebih dari 600 miliar ton karbondioksida antara saat ini hingga 2050 mendatang. Lahan gambut Indonesia sendiri, jika lepas secara keseluruhan ke atmosfer, maka akan melepas sepertiga cadangan karbon yang ada.
Lahan gambut bisa melepaskan karbon selama bertahun-tahun jika pepohonan di atasnya ditebang dan mengakibatkan perubahan tatanan tanah gambut atau jika dibakar.
LAHAN GAMBUT INDONESIA SEDANG TERANCAM
“Ada sekitar 9 juta ha lahan gambut terdegradasi akibat pengalihan lahan. Sebagian lahan gambut rusak akibat ulah manusia,” kata Ola.
Teman-teman, bayangkan kalau lahan gambut di negara kita habis. Apa yang kita rasakan? Saya sangat sedih saat mendengarkan penjelasan dari Ola.
Lahan gambut sering kali dianggap sebagai lahan terbuang yang dapat dikeringkan dan dialihfungsikan. Anggapan ini telah menjadi salah satu penyebab utama degradasi dan alih fungsi lahan gambut, terutama akibat semakin terbatasnya ketersediaan lahan mineral.
Demi kepentingan pertanian dan perkebunan atau perumahan, lahan gambut dikeringkan secara terus menerus untuk mencegah air kembali membanjiri gambut. Siklus surutnya dan pengeringan gambut yang terus berlangsung menjadi sumber emisi karbon yang tidak akan berhenti.
Dampak yang sering terjadi jika fungsi hidrologis gambut hilang adalah terjadinya banjir di atas lahan gambut atau daerah aliran sungai yang dapat mengancam keberlangsungan pertanian masyarakat sekitar. Selain itu potensi kebakaran di lahan gambut dapat menjadi semakin besar jika terjadi pengeringan.
Hal ini disebabkan oleh fungsi penyerapan air pada gambut yang sangat kering akan sulit dilakukan karena gambut sudah tidak berfungsi sebagai tanah dan sifatnya sama seperti kayu kering.
Sementara akibat terjadinya kebakaran lahan gambut, fauna di Indonesia akan terancam punah. Termasuk manusia itu sendiri yang akan punah. Menyedihkan, bukan?
“Lahan gambut Indonesia terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Lahan gambut terluas di Indonesia ada di Papua,” kata Herlina Agustin atau yang biasa disapa bu Titin dari Pusat Studi Komunikasi Lingkungan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan terluas kedua di dunia setelah negara Brazil. Salah satu pulau di Indonesia yang memiliki hutan yang luas yaitu Pulau Sumatera yang memiliki hutan bertipe hutan hujan tropis. Keberadaan kawasan hutan ini menjadi aset nasional bahkan dunia yang harus dirawat dengan baik.
Begitu juga dengan lahan gambut. Lahan gambut Indonesia terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Keanekaragaman hayati negara kita merupakan terbesar ketiga setelah Brazil dan Chili.
Meskipun luas daratan Indonesia hanya 1,3 persen dari luas daratan permukaan bumi, keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya luar biasa tinggi, meliputi 11 persen spesies tumbuhan dunia, 12 persen spesies mamalia, dan 17 persen spesies burung. Sebagian besar dari spesies ini berada di dalam hutan-hutan Indonesia. Termasuk di lahan gambut.
“Ancaman kekayaan hayati di Indonesia menjadi kedua tercepat dalam laju kepunahan setelah Mexico,” kata Bu Titin.
Menyedihkan sekali. Indonesia memiliki hutan yang sangat luas dan besar, namun menjadi sebuah ancaman bagi flora dan fauna. Tingkat penyelundupan satwa liar di Indonesia menduduki peringkat keempat tertinggi di dunia setelah human trafficking, weapon trafficking, drugs trafficking, dan wildlife trafficking.
Indonesia juga menjadi rumah bagi beberapa mamalia yang paling disayangi di dunia, yaitu orangutan, harimau, badak, dan gajah. Namun tiga subspesies harimau: Harimau Bali, Harimau Jawa, dan Harimau Sumatera menyebar di beberapa wilayah negara. Dari ketiga subspesies ini, Harimau Bali menjadi punah pada akhir tahun 1930-an dan Harimau Jawa punah pada tahun 1970-an.
Saat ini yang masih tersisa hanya subspesies dari Sumatera. Pola hidup harimau yang soliter dan nokturnal, hampir mustahil untuk melakukan sensus yang akurat terhadap Harimau Sumatera. Subspesies ini diyakini berjumlah sekitar 400-500 ekor, sebagian besar hidup di lima taman nasional di Sumatera. Meskipun harimau mampu hidup di berbagai habitat, fragmentasi hutan, pembangunan pertanian, dan juga permintaan pasar terhadap berbagai produk yang berasal dari harimau mempunyai andil terhadap penurunan populasi spesies ini.
Nasib spesies mamalia lainnya juga tidak jauh lebih baik. Badak Sumatera dan Badak Jawa keduanya termasuk spesies terancam punah dalam kategori kritis. Badak Jawa adalah mamalia besar yang paling langka di dunia. Selain itu ada Fragmentasi dan konversi habitat secara khusus juga telah menghancurkan spesies primata. Dua spesies Orangutan Sumatera dan Owa Jawa menjadi spesies yang menduduki peringkat tertinggi pada daftar 25 primata yang terancam punah.
Seperti kondisi mamalia yang paling terancam punah, kehilangan habitat dan fragmentasi merupakan penyebab utama penurunan populasi. Namun, perburuan untuk memperoleh makanan dan untuk tujuan olahraga, perdagangan binatang peliharaan ilegal, dan pengelolaan yang tidak efektif di berbagai taman nasional juga telah memberikan andil terhadap penurunan populasi. Termasuk rekayasa genetika.
“Untuk meminimalisir konflik dengan fauna adalah penyebaran informasi atau sosialisasi dan merevisi sistim edukasi,” ucap Bu Titin.
Bahaya yang Ditimbulkan Dari Kepunahan Fauna
Kita coba mengingat pelajaran saat duduk di bangku sekolah dasar. Saat itu, masuk dalam pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Dijelaskan dalam pelajaran tersebut tentang mata rantai makhluk hidup di bumi.
Selain ada manusia sebagai makhluk hidup yang mendiami bumi, juga terdapat tumbuh-tumbuhan dan hewan satwa. Baik manusia, tumbuhan, dan hewan mempunyai peran penting di dalam rantai kehidupan. Keberadaan hewan dan tumbuhan sangat penting bagi manusia. Tanpa keberadaan hewan dan tumbuhan, niscaya manusia akan punah dari muka bumi ini.
Manfaat hewan dan tumbuhan bagi manusia, antara lain:
- Tumbuhan dan hewan dapat dijadikan sebagai sumber bahan sandang.
- Tumbuhan dan hewan dapat sebagai bahan obat-obatan. Hewan yang bisa dijadikan obat-obatan. Sedangkan tumbuhan seperti kumis kucing, kunyit, temulawak, dan masih banyak lagi.
- Tumbuhan dan hewan merupakan sumber bahan makanan bagi manusia. Hewan dapat diambil daging, telur, susu, madu. Sedangkan tumbuhan dapat diambil buah, daun, umbi, batang, dan lainnya.
- Tumbuhan dan hewan berguna dalam menjaga keseimbangan ekosistim di bumi.
- Hewan dapat digunakan untuk memringankan tugas-tugas manusia, seperti misalnya kuda sebagai alat angkutan, kerbau untuk membantu membajak sawah, atau lainnya.
- Tumbuhan dapat dipakai sebagai bahan pembuat rumah.
- Tumbuhan juga berfungsi sebagai penghasil oksigen sebagai hasil dari proses fotosintesis.
- Tumbuhan dapat menyerah karbondioksida yang berbahaya untuk manusia.
- Dan masih banyak lagi guna hewan dan tumbuhan bagi umat manusia.
Dengan begitu banyak manfaat hewan dan tumbuhan, dapat dibayangkan apabila semua hewan dan tumbuhan punah, maka yang terjadi adalah rusaknya ekosistim, hilangnya sumber daya alam, sumber pangan bagi manusia, yang akhirnya akan mengakibatkan kepunahan bagi umat manusia yang ada di bumi ini.
Apa yang Harus Kita Lakukan?
Mongabay melaporkan Indonesia merupakan pemilik kawasan lahan gambut tropis terluas di dunia dengan luasan sekitar 21-22 juta hektar (1,6 kali luas pulau Jawa). Kebanyakan tersebar di Kalimantan, Sumatera dan Papua. Papua adalah yang terluas dengan lebih kurang sepertiga lahan gambut yang ada di Indonesia.
Di tiga wilayah itu pula luasan kondisi lahan gambut dari tahun ke tahun selalu menjadi primadona bagi para investor dalam melakukan investasi besar-besaran yang tak jarang mengorbankan lahan gambut itu sendiri dan menimbulkan terjadinya deforestasi. Terkadang berujung kepada keringnya lahan dan rentannya terjadi kebakaran hutan dan lahan.
Untuk mencegah agar lahan gambut tetap terjaga dan fauna pun terlindungi, maka kita harus melakukan tindakan nyata. Dari paparan Pantau Gambut dan Blogger Perempuan Network (BPN), bisa disimpulkan:
- Sesuai paparan dari Ola, lahan gambut tidak boleh kering. Lahan gambut harus basah.
- Penanaman kembali hutan gambut yang terdegradasi menjadi salah satu cara yang harus dilakukan agar hutan tetap tumbuh menjadi sumber utama penyedia karbon. Sebisa mungkin ditanam dengan tanaman asli gambut seperti tanaman meranti, jelutong dan tumbuhan-tumbuhan seperti palem dan kantong semar.
- Kita harus melakukan pemetaan hutan gambut terlebih dahulu sebelum dilakukan penanaman kembali hutan gambut. Tipe gambut yang berbeda memerlukan jenis restorasi yang berbeda pula, seperti penentuan letak pembuatan sekat kanal untuk mengatur kadar air.
- Selain itu, untuk melindungi lahan gambut bisa memberdayakan masyarakat seperti memberikan edukasi kepada masyarakat terkait pentingnya lahan gambut bagi makhluk hidup. Melakukan penyuluhan dan tidak bisa mengandalkan peraturan pemerintah saja.
Ingat, Bumi merupakan titipan anak dan cucu kita. Maka, kita harus menjaga dan merawatnya.
Saya baru tau kak ternyata lahan gambut itu tercipta butuh waktu yang lama dan butuh waktu sebentar untuk merusaknya. Padahal lahan gambut itu banyak sekali manfaatnya bagi manusia dan kehidupan bumi.
ReplyDeleteKuharus googling lho untuk lihat penampakan gambut itu seperti bayanganku apa gak...
ReplyDeleteTernyata gak.. *malunya*
Masya Allah. Betapa pentingnya lahan gambut untuk kelangsungan hidup.
ReplyDeleteAamiin.
Insya Allah semoga kita semua bisa menjaga bumi titipan anak-cucu kita.
Miris banget nih sebenarnya dengan apa yang beredar di masyarakat. Banyak yang mengalihfungsikan hutan gambut setelah kebakaran dengan menggarap tanah dikarenakan mereka berani menjual tanah dengan harga murah di sana. Jadi beginilah, kondisinya duh Bumiku. Flora dan Fauna terancam.
ReplyDeleteSedih ya lihat lahan gambut ini banyak yang dijadikan tempat tinggal, insfrastruktur, bahkan area perkebunan baru, di tempat kami tinggal sekarang apalagi, banyak bgt
ReplyDeletesemoga banyak yg sadar dgn keadaan lahan lambut ini ya bang, sbg masyarakat penting jugalah kiranya kita aware sm yg beginian kan, gak kerasa kali emg skrg, tp beberapa tahun lg dahlah tah cemana 🥺
ReplyDeleteSenang ya diundang lagi ikutan webinarnya Alfie... btw yang namanya lahan gambut wajib diperhatikan dan dipelihara ya, soalnya menyimpan bahan karbon dan bisa mencegah banjir dan bencana alam lainnya ya
ReplyDelete