Telepon genggam lawasku bergetar lantaran ada panggilan masuk. Secepat mungkin aku mengangkat panggilan tersebut.
Sekilas terdengar suara sesenggukan sambil mengeluarkan kalimat yang terbata-bata. Aku langsung mengenali suara dari ujung sana.
"Bapak meninggal, pin... Bapak sudah ga ada," ujar kakak kandung yang berada di Medan.
Jantungku seolah-olah berhenti sejenak. Badanku langsung terasa gemetar. Bahkan keringat di sekujur tubuh ini menyentuh lantai rumah.
Pak, terima kasih untuk segala hal yang telah engkau perjuangkan. Kerja keras, cinta, tawa, perlindungan dan tangis yang telah bapak korbankan untuk kami, istri dan anak-anakmu.
Engkau telah banyak mengajarkan arti kehidupan. Bapak selalu mengajari kami untuk sholat, berkata jujur, berani dan bicara kebenaran, bahkan saling menolong.
"Hidup itu harus jujur. Berani dan harus buat baik. Sholat jangan ditinggalkan. Itu semua kunci dalam hidup ini," ucapamu setiap kali kepada kami.
Di antara semua anakmu, rasanya cuma Alfin yang paling bapak sayang. Bapak selalu memanggilku dengan kata khusus.
"Mau makan apa, yang?" ucapmu.
Atau ada kalimat lainnya seperti, "Ada apa, yang?"
Setiap kali telepon, pasti selalu panggilan itu yang selalu terdengar. Bahkan di depan umum pun, bapak selalu manggil Alfin dengan sebutan itu.
Kenangan ketika bersama denganmu adalah momen yang tidak akan pernah bisa digantikan oleh apa pun, pak. Maafkan atas kebodohanku selama ini karena terlalu mengikuti egoku hingga aku tak sadar bahwa aku telah menyakiti bapak.
Pak, memang hubungan kita sempat tidak baik beberapa tahun lalu. Tapi sebagai anak yang terlalu keras kepala, kini Alfin sadar bahwa hidup tidak hanya memikirkan diri sendiri, tapi kita semua.
Ucapan bapak sekitar empat tahun lalu juga masih terngiang-ngiang di telingaku ini. Bapak justru mengalah dan meminta maaf padaku di hari lebaran.
Padahal harusnya Alfin yang melakukan itu sebagai anak. Betapa jahatnya aku sebagai seorang anak terhadapmu, pak.
Teringat janji dan sumpah yang Alfin ucapkan dulu bahwa tidak akan menangis saat bapak meninggal. Alfin telah buktikan untuk tidak melanggar itu saat ini.
Pak, Alfin minta maaf karena tidak bisa mengantarkan bapak ke tempat peristirahatan terakhir. Alfin juga janji jaga adik dan kakak serta keluarga kita.
Doakan Alfin dan anak-anak bapak yang lain untuk selalu bisa menjadi orang baik dan berbuat kebaikan. Kami sayang sama bapak.
Innalillahi Wa Inna Ilaihi Roji'un.
Telah berpulang ke Rahmatullah Ayahanda kami tercinta, Syaiful Rasyid bin Muhammad Burhanudin di usia 62 Tahun. Tepat hari ini, Selasa (23/05/2023) pukul 21:32 WIB, bapakku menghembuskan nafasnya.
Bapak yang mengajarkan aku untuk selalu berkata jujur dan berani berbicara dalam hal kebaikan.
Semoga amal ibadahnya dapat diterima oleh Allah, dilapangkan kuburnya, serta diampuni segala dosanya. Aamiin.
Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu.
You're eternal cause i believe you're in the air that i breathe. And eternal though eyes can't see, I feel you're right here with me.
Jantungku seolah-olah berhenti sejenak. Badanku langsung terasa gemetar. Bahkan keringat di sekujur tubuh ini menyentuh lantai rumah.
Kabar itu membuat separuh dari diriku tidak bekerja. Kehilanganmu seperti peristiwa paling traumatis dalam hidup dan rasanya tak bisa melupakan rasa sakit ini. Setengah dari nafasku terasa hilang.
Pak, terima kasih untuk segala hal yang telah engkau perjuangkan. Kerja keras, cinta, tawa, perlindungan dan tangis yang telah bapak korbankan untuk kami, istri dan anak-anakmu.
Engkau telah banyak mengajarkan arti kehidupan. Bapak selalu mengajari kami untuk sholat, berkata jujur, berani dan bicara kebenaran, bahkan saling menolong.
"Hidup itu harus jujur. Berani dan harus buat baik. Sholat jangan ditinggalkan. Itu semua kunci dalam hidup ini," ucapamu setiap kali kepada kami.
Di antara semua anakmu, rasanya cuma Alfin yang paling bapak sayang. Bapak selalu memanggilku dengan kata khusus.
"Mau makan apa, yang?" ucapmu.
Atau ada kalimat lainnya seperti, "Ada apa, yang?"
Setiap kali telepon, pasti selalu panggilan itu yang selalu terdengar. Bahkan di depan umum pun, bapak selalu manggil Alfin dengan sebutan itu.
Kenangan ketika bersama denganmu adalah momen yang tidak akan pernah bisa digantikan oleh apa pun, pak. Maafkan atas kebodohanku selama ini karena terlalu mengikuti egoku hingga aku tak sadar bahwa aku telah menyakiti bapak.
Pak, memang hubungan kita sempat tidak baik beberapa tahun lalu. Tapi sebagai anak yang terlalu keras kepala, kini Alfin sadar bahwa hidup tidak hanya memikirkan diri sendiri, tapi kita semua.
Ucapan bapak sekitar empat tahun lalu juga masih terngiang-ngiang di telingaku ini. Bapak justru mengalah dan meminta maaf padaku di hari lebaran.
Padahal harusnya Alfin yang melakukan itu sebagai anak. Betapa jahatnya aku sebagai seorang anak terhadapmu, pak.
Teringat janji dan sumpah yang Alfin ucapkan dulu bahwa tidak akan menangis saat bapak meninggal. Alfin telah buktikan untuk tidak melanggar itu saat ini.
Pak, Alfin minta maaf karena tidak bisa mengantarkan bapak ke tempat peristirahatan terakhir. Alfin juga janji jaga adik dan kakak serta keluarga kita.
Doakan Alfin dan anak-anak bapak yang lain untuk selalu bisa menjadi orang baik dan berbuat kebaikan. Kami sayang sama bapak.
Innalillahi Wa Inna Ilaihi Roji'un.
Telah berpulang ke Rahmatullah Ayahanda kami tercinta, Syaiful Rasyid bin Muhammad Burhanudin di usia 62 Tahun. Tepat hari ini, Selasa (23/05/2023) pukul 21:32 WIB, bapakku menghembuskan nafasnya.
Bapak yang mengajarkan aku untuk selalu berkata jujur dan berani berbicara dalam hal kebaikan.
Semoga amal ibadahnya dapat diterima oleh Allah, dilapangkan kuburnya, serta diampuni segala dosanya. Aamiin.
Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu.
You're eternal cause i believe you're in the air that i breathe. And eternal though eyes can't see, I feel you're right here with me.
No comments